Selasa, 07 Juni 2011

Merangkai Kedaulatan Benih

A. Benih Sumber Kehidupan

Sejarah pertanian adalah sejarah kegigihan petani dalam mencari, menyeleksi dan memuliakan benih melalui domestifikasi untuk melanggengkan kehidupannya. Melalui proses domestifikasi selama beribu tahun atas spesies liar yang ada di alam, maka kemudian dihasilkan benih yang kemudian dikenal sebagai bermutu dan berkualitas. Tercatat 250,000 varietas benih bisa digunakan sebagai tanaman pangan, diantara 7 sampai 10,000 pernah ditanam sebagai bahan pangan, 150 jenis masih ditanam di seluruh dunia, 12 jenis bibit sanggup menghidupi 90 % pangan dunia. Namun kini terjadi krisis benih dan hanya 4 jenis mendominasi pangan dunia yakni : jagung, beras, gandum dan kentang. Posisi Indonesia juga sulit sebab dari technology penguasaan benih Indonesia hanya menguasai 4 % benih jagung, 5 % kacang panjang dan tidak menguasai sama sekali benih tanaman padi sebagai tanaman pangan pokok Indonesia.

Tabel 1.
Penguasaan benih olehNegara Maju.

Dari tabel 1. bisa dilihat bahwa penguasaan koleksi berada di negara – negara dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnolog tinggi dan sudah barang tentu akan terjadi ketimpangan dan akses terhadapa benih. Akses terhadap benih ini sebenarnya salah satu penyebab krisis benih.

Etc group (2008) melaporkan 90% dari benih yang tercatat dikuasai oleh Negara industry dan 80 % benih terbaru hasil penelitian sedang beredar dan diperjual belikan. Dan benih tersebut sudah terdaftar dan dipatenkan. Artinya, rantai pangan sekarang sudah berada di tangan Negara maju yang disokong perusahaan benih multinasional dan hal ini akan menyulitkan terhadap akses pangan.

Perubahan Iklim dan Kelaparan

Dalam World Food Summit (2009) dilaporkan bahwa pertanian menyumbang 14 % dari total emisi rumah kaca dunia. Sebuah consensus ilmiah telah membuktikan bahwa pertanian juga merupakan ancaman terhadap perubahan iklim dan bisa mengancam kondisi pangan dunia. Kondisi suhu yang cenderung naik 0,4 oC pertahun meningkatkan cuaca ekstrim di dunia dan kecenderungan peningkatan suhu ini juga mengancam biodiversitas sebab terdapat beberapa benih yang tidak tahan terhadap cuaca ekstrem, bahkan bisa punah.

Tak dapat dipungkiri peningkatan suhu akan memperparah kondisi iklim tropika dan sub-tropika. Ancaman kelaparan sudah di depan mata terutama daerah tropika seperti Indonesia. Daerah tropika diprediksi akan mengalami penurunan produksi sebesar 20 – 40 %. Indonesia sebagai salah satu negara tropis diprediksi akan menanam dalam kondisi iklim panas yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Tentu kondisi akan sangat menghawatirkan, dan bisa diramalkan kegagalan panen dakan terjadi lagi dan kelaparan akan melanda Indonesia.


Gambar 1. Kondisi Pangan Dunia (diolah dari Etc group.2008)

Beda halnya dengan keuntungan perusahaan pangan. Tatkala dunia dilanda kelaparan perusahaan pangan dunia mendapat keuntungan berlipat ganda. Perusahaan pangan mengontrol 50 % dari peredaran benih dan pestisida dengan keuntungan mencapai 300 %. Grain (2008) melaporkan GRAIN (2008) yang menunjukan keuntung Cargill (USA) meningkat 69 % sebesar 3,951 miliar dolar, Monsanto 120 % sebesar 2,926 miliar dolar dan Potas Corp. (Canada) meningkat sebesar 164 % dengan keuntungan sebesar 4,963 miliar dolar.

Beberapa perusahaan pangan lebih menekankan factor produksi benih yakni jagung gandum, kedelai dan padi. Perusahaan pangan tersebut juga didukung pabrik pangan semacam Nestle, Unilever, Kraft dan ConAgra.

Kelaparan yang melanda dunia tahun 2008 malah terjadi di Negara – Negara penghasil pangan, 95 % berada di wilayah Selatan, dan 75 % terjadi di Pedesaan. Ironis, Negara penghasil pangan seharusnya berkelimpahan pangan malah kelaparan. Ini akibat kecendrungan liberalisasi pertanian yang menghantui dunia. Banyak Negara tak bisa mendefenisikan keadaan pangannya, sehingga tak mampu menjaga ketersediaan pangannya. Kecendrungan ini akan mempercepat urbanisasi sebab desa tak menjadi jaminan kehidupan lagi.

Pangan dan Benih
Benih sebagai sumber kehidupan merupakan bagian utama dari penyediaan pangan. Keberhasilan bertani ditentukan oleh bagus tidaknya benih, hampir 60 % kegiatan bertani bertumpu pada benih. Benih yang seyogyanya berada di tangan petani kini telah berevolusi menjadi milik perusahaan. Hak Kekayaan Intelektual (paten) dituding menjadi penyebab utama perpindahan control benih ini.

Gambar 2. Penguasaan Paten benih.

Benih yang sudah menjadi bahagian kehidupan petani sejak dahulu kala berawal dari proses yang sangat panjang. Petani mengambil tanaman liar di alam kemudian didomestifikasi (dijinakan) untuk dijadikan varietas local (ras temurun). Petani dengan pengetahuan traditional (Traditional Knowledge) menangkarkan benih untuk menjaga keberlanjutan system perbenihan. Namun, dengan pengetahuan modern dan sokongan modal yang kuat, varietas local milik petani kini diubah gennya menjadi varietas modern. Kemudian varietas modern tersebut menggantikan varietas traditional karya petani. Dan inilah yang dituding menjadi penyebab berkurangnya keanekaragaman hayati.

Kekhawatiran maraknya keanekaragaman hayati yang hilang mendorong berbagai Negara (diawali tahun 1970) untuk mengembangkan pusat penelitian koleksi varietas tertentu. Koleksi yang dikembangakan beberapa Negara ini menyimpan benih yang cukup besar. IRRI (2005) melaporkan sudah menyimpan 3 juta lebih benih. Dan terbuka kemungkinan terjadinya penguasaan akses benih secara sepihak dan bahkan monopoli. Jika kedua hal ini terjadi maka para petani di desa tak mampu lagi bertani karena tak mampu mengakses benih dan harus bergantung pada permainan monopoli benih, panganpun tak tersedia lagi di meja makan.

Penguasaan Benih di Indonesia

Pemilik benih yang seharusnya petani tidak demikian halnya di Indonesia. Perusahaan Agribisnis lah yang merajai benih. Sejak Indonesia melaksanakan proyek revolusi hijau 1970-an Benih-benih yang dihasilkan perusahaan transnasional telah menyerang secara massal. Perusahaan Agribisnis telah sukses menggantikan benih local petani dengan benih modern (transgenic crop), Lebih dari 10,000 padi varietas lokal hilang, dan petani mengalami ketergantungan dalam menggunakan benih hibrida. Lebih buruknya lagi, pemerintah melakukan impor ribuan ton benih hibrida karena mereka tidak dapat memenuhi permintaan petani. Tingginya jumlah permintaan petani terhadap benih tidak mendorong pemerintah untuk mendukung petani dalam menankarkan benih dan memenuhi bibit secara mandiri. Sebaliknya, pemerintah melarang kreasi petani, Petani dikriminalkan dengan tuduhan sertifikasi illegal dan pencurian benih. Bahkan pemerintah membuat kaum tani tergantung pada perusahaan agribisnis dengan membuka program investasi dibidang benih yang lebih luas. Di Indonesia ada beberapa perusahaan pengelola benih diantaranya : PT Shang Hyang SRI, PERTANI, PT. Syngenta Indonesia dan PT Bayer Indonesia, PT Bisi Internasional, Charoen Pokhpand, PT Bayer Indonesia, PT Dupont Indonesia (Pioneer) dan Monagro (anak perusahaan Monsanto).



Gambar 3. Perusahaan Benih International.



Perkembangan Industri benih padi di Indonesia

Produksi padi selama 2008 naik 4,76 persen menjadi 60,28 juta ton dibanding produksi 2007 yang tercatat 57,16 juta ton gabah kering giling (GKG). Sebelumnya, menurut BPS produksi padi tahun 2007 juga telah meningkat 4,96 persen dibanding produksi tahun 2006 yang mencapai 55,4 juta ton.

Kenaikan produksi padi dalam empat tahun terakhir tidak lepas dari makin banyaknya penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani. Hal ini terlihat dari kenaikan produksi benih padi bersetifikat yang cukup tinggi dalam empat tahun terakhir yaitu dari 117 ribu ton tahun 2005 menjadi 177 ribu ton tahun 2008.

Volume produksi benih padi bersertifikat ini kurang lebih separuh dari kebutuhan benih padi nasional yang mencapai 360 ribu ton per tahun pada lahan padi nasional seluas 12,66 juta hektar.

Tingginya permintaan ini telah mendorong investasi disektor pembenihan padi seperti terlihat dengan makin banyaknya perusahaan swasta baik nasional maupun asing yang menanamkan modalnya di sektor pembenihan baik dengan melakukan pendirian perusahaan pembenihan baru maupun dengan melakukan perluasan kapasitas produksinya. PT Sang Hyang Seri (SHS), BUMN di bidang pembenihan misalnya telah membangun fasilitas produksi baru dengan kapasitas produksi 10.000 ton benih per tahun. Produksi benih padi bersertifikat mencapai 181.000 ton.

Kondisi Perbenihan di Indonesia
Indonesia sebagai Negara agraris memiliki permintaan benih yang tinggi. Namun, petani tak mempunyai kemampuan untuk memproduksi benih secara massal dan petani tidak mampu mengakses benih yang tersedia. Hingga kini akses dan produksi benih masih dikuasai oleh perusahaan. Berikut gambaran perbenihan nasional Indonesia.

B. Mewujudkan Kedaulatan Benih

Produksi benih
Semenjak kaum tani merasakan dampak dari Pelaksanaan Revolusi hijau, kini kaum tani bangkit untuk merebut kembali kedaulatan benihnya. Kaum tani bergegas menangkarkan benih. Kaum tani kembali mendapat kepercyaan bdiri untuk menggunakan benih local dan menolak benih transgenic. Hingga kini sudah ada 54 jenis benih yang ditangkarkan oleh petani di Kabupaten Bogor dan sudah tersimpan di Pusat Perbenihan Nasional – Serikat Petani Indonesia. Benih – benih tersebut sudah melalui proses uji sehingga sudah dibagikan kepada para petani Bogor.

Benih yang sudah ditangkarkan adalah papaya, bengkoang, padi, kangkung, bayam dan kacang tanah. Saat ini benih yang sudah ditangkarkan petani SPI di Bogor mencapai 54 jenis benih. (bersambung…..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar