Lama
tak menulis, membuat fikiranku jadi beku, tumpul bahkan mendekati idiot. Lama berfikir
tentang tema tulisan, akhirnya saya putuskan untuk menulis konsep pertanian
Jokowi dan dampaknya bagi pertanian masa depan. Saya sudah yakin dari awal
bahwa pertanian di tangan Jokowi akan mempercepat kehancuran. Kesadaran ini
lahir ketika Jokowi menghianati konsep kedaulatan pangan yang diusung sendiri
kemudian dengan entengnya dia campakkan sendiri.
Ulasan
ini berdasarkan pernyataan Jokowi di media. Media yang saya pilih adalah media
yang sedari awal saya duga sangat “mesra” dengan Jokowi. Ulasan pertama ini
adalah berita yang diterbitkan oleh detik.com http://finance.detik.com/read/2015/05/10/172658/2911113/4/jokowi-ingin-merauke-jadi-pusat-pertanian-modern-pertama-di-ri.
Pernyataan di media inilah yang menjadi dasar kritikan tulisan ini, membongkar
motif dan skema pertanian Jokowi hingga kesimpulan bisa dianggap sahih.
Berdasarkan
pernyataan presiden Jokowi di detik.com, kehancuran masa depan pertanian di tangan
Jokowi dimulai dari pertama, Merauke,
Papua, sebagai pusat pertanian pangan berbasis teknologi modern pertama di
Indonesia. Tidak mungkin bisa
dikerjakan pakai tangan, sampai kiamat tidak mungkin. Harus pakai mesin modern.
Nanti Merauke yang pertama pakai mesin modern, di Indonesia belum ada. Pertanyaan
pertama yang menggaggu saya adalah kenapa harus Papua? Apakah karena Jawa
terlalu penuh manusianya? Pernahkah Jokowi membaca sejarah tentang pangan
masyarakat Papua? Teknologi modren yang dimaksud seperti apa?. Kecerobohan kita
tentang beras sudah pernah terjadi. Kegagalan pembukaan lahan 1 juta hektar di
Kalimantan menyisakan kabut asap ketika kemarau, perampasan lahan, pembabatan
kayu gratis, rusaknya ekologi tanah, hancurnya ekosistem. Lalu teknologi modren
apa yang akan digunakan? Kalau yang dimaksud teknologi modren adalah mekanisasi
pertanian, sebelum dilaksanakan saya yakin akan gagal. Mekanisasi pertanian
selalu diikuti dengan monokultur. Monokultur selalu dikuti ledakan hama dan
kerentanan gagal panen. Konsep monokultur sudah mulai ditinggalkan sebab
sekarang semua praktisi pertanian sedang menuju polikultur kembali.
Bila
menilik pernyataan lanjutannya, maka
terlihat bahwa Presiden Jokowi tidak faham pertanian. Pertanyaannya bukanlah
tentang mesin yang diadakan secara impor atau dipenuhi dari dalam negeri. Tapi fungsi
mesin yang belum dicoba namun sudah diklaiam berfungsi secara massal. Kalaulah teknologi
yang dimaksud bukan hanya mekanisasi pertanian tapi teknologi modren maka yang
dimaksud adalah rekaya genetika. Teknologi termodren adalah rekaya teknologi
dan itu sudah pernah dicoba kegagalannya sebelum Presiden Jokowi menjabat. Ingat
setiap jengkal tanah itu berbeda sifat fisik, Biologi dan Kimianya, tidak bisa
dipaksakan setiap mekanisasi dan teknologi yang sukses di negara lain secara
mentah ke dalam suatu ekologi tanah di Indonesia.
Pernyataan
kedua, lahan pertanian berbasis modern
butuh dukungan investor. Selain itu juga butuh dukungan masyarakat selaku
pemilik lahan, termasuk soal skema bagi hasil dengan investor. Bertani adalah
budaya, bertani untuk menghasilkan pangan bagi rakyat. Konsep pertanian Jokowi
secara nyata adalah berdagang pangan dengan rakyatnya. Terlihat nyata bahwa
tidak ada bedaanya antara perusahaan dengan pemerintahan Jokowi. Seharusnya yang
dilakukan Jokowi sebagai Presiden adalah mendorong rakyat untuk bertani dengan
dukungan negara melalui pendampingan dana, pelatihan dan penyediaan benih, dan
distribusi lahan. Sehingga bertani adalah pemenuhan pangan oleh petani bukan
korporasi dan ekonomi pertanian bergerak di petani bukan di korporasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar